Mari kita buka fakta pahit yang sering kita hindari, banyak dari kita belanja online bukan karena butuh, tetapi karena diskon terlihat sangat menggoda. Kadang bukan cuma menggoda, tapi seperti memanggil nama kita dari kejauhan: “Checkout aku dong… tinggal klik kok…” Dan entah bagaimana, jari kita selalu lebih cepat dari akal sehat.
Fenomena ini sebenarnya sangat manusiawi. Kita hidup di era e-commerce berlomba-lomba memberikan promo yang heboh. Diskon besar, gratis ongkir, cashback, flash sale, hingga promo “beli 1 gratis 1”. Siapa yang tidak goyah?
Diskon Perangkap Manis yang Kita Sukai
Diskon dalam e-commerce bagaikan jebakan tikus, tapi versi estetik dan penuh warna cerah. Kita tahu itu jebakan, tapi tetap mendekat karena terlihat menarik. Bahkan sering kali tanpa sadar kita berpikir, “Ah, mumpung murah, beli aja dulu. Berguna nanti.”
Kenyataannya, barang itu akhirnya hanya dipajang di sudut kamar, jadi penyangga buku, atau bahkan masih terbungkus rapi sampai entah kapan. Diskon membuat kita merasa sedang “menyelamatkan uang” padahal sebenarnya sedang mengeluarkan uang untuk sesuatu yang bahkan tidak ada di daftar kebutuhan.
Kita Ditipu Perasaan Hemat

E-commerce tahu kalau manusia suka merasa pinter saat dapat harga murah.
Harga asli dicoret: Rp 480.000
Harga diskon: Rp 49.000
Lihat perbedaannya saja sudah bikin deg-degan.
Padahal harga aslinya sering kali cuma angka iseng.
Rasa “hemat” ini membuat kita pembenaran diri:
- “Lumayan lah buat jaga-jaga.”
- “Kapan lagi dapat harga begini?”
- “Ini bisa buat konten.”
- “Barangkali butuh nanti.”
Semua itu hanyalah cara halus membohongi diri sendiri. Karena kalau jujur, saat barang datang, kita sering berpikir:
“Loh… terus ini mau aku apain?”
Keranjang yang Selalu Penuh

Ada orang yang hobinya mengisi keranjang belanja seperti sedang mengisi tas belanja di supermarket. Setiap lihat diskon, masukkan. Lihat barang lucu, masukkan. Lihat rekomendasi barang yang katanya “lagi trending”, masukkan.
Keranjang belanja menjadi museum benda aneh, dari alat potong bawang, lampu LED bentuk awan, hingga tempat sikat gigi otomatis. Semua ada di sana, tertata rapi, siap menunggu flash sale berikutnya. Dan ketika gajian tiba, ya sudah. Semua tiba-tiba berubah jadi “kebutuhan mendesak”.
Belanja Online Karena Diskon Itu Normal… Tapi!
Tidak salah sebenarnya membeli sesuatu karena diskon, tapi yang salah adalah saat diskon membuat kita merasa bahwa setiap barang layak dibeli. Belanja impulsif terjadi karena kita tidak membedakan antara “butuh” dan “ingin”. Butuh adalah apa yang menunjang hidup.
Ingin adalah apa yang terlihat lucu, menarik, atau viral. Bedanya tipis… tapi dampaknya besar untuk dompet. Kalau setiap diskon kita anggap peluang emas, bisa-bisa akhir bulan kita hanya makan mi instan sambil memandangi paket-paket yang tidak begitu berguna.
Cara Tetap Waras Menghadapi Diskon
Agar tidak selalu menjadi korban promo besar-besaran, beberapa cara sederhana bisa membantu kita:
1. Tanya Diri Sendiri, 5 Detik Serius “Aku beli ini karena butuh atau cuma pengen?”
2. Tunggu 24 Jam, kalau besoknya masih pengen, berarti mungkin memang butuh.
3. Cek Harga Pasaran, diskon palsu itu nyata, bukan mitos.
4. Hapus metode pembayaran otomatis, biar nggak checkout secepat kilat.
5. Jangan belanja saat lapar atau bete, fakta mood buruk memicu belanja impulsif.
Diskon Itu Temptation, Bukan Kewajiban
Belanja online itu menyenangkan. Diskon itu menggoda. Promo itu memang untuk memancing kita sebesar-besarnya. Tapi pada akhirnya, kita punya kendali penuh untuk memilih mana yang benar-benar kita butuhkan. Tidak apa-apa membeli barang karena diskon, sesekali. Yang penting bukan hidup karena diskon. Karena ingat“Yang hemat itu bukan yang paling banyak diskonnya, tapi yang paling sedikit godaannya”.
Kesimpulan
Belanja online karena tergiur diskon memang memberikan sensasi menyenangkan, tetapi jika tidak dikendalikan, kebiasaan ini bisa membuat kita menumpuk barang yang tidak dibutuhkan dan menguras keuangan secara perlahan. Godaan potongan harga, flash sale, dan gratis ongkir sering kali membuat logika kalah oleh rasa takut ketinggalan momen. Namun, dengan lebih sadar terhadap kebutuhan, membuat prioritas belanja, dan bijak membaca pola marketing, kita tetap bisa menikmati manfaat belanja online tanpa terjebak dalam perilaku konsumtif. Pada akhirnya, diskon bukan musuh, yang penting adalah mengendalikan keinginan, bukan dikendalikan oleh promo.